DPRD dan Pemprov Jawa Barat baru-baru ini menyetujui pengusulan Cirebon Timur sebagai calon daerah persiapan Otonomi Baru (CDPOB) dalam rapat paripurna. Keputusan ini diambil setelah melakukan kajian yang menunjukkan bahwa daerah ini terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah mencapai 446,57 kilometer persegi.
Daerah tersebut terdiri dari Astanajapura, Babakan, Ciledug, Gebang, Greged, Karangsembung, Karangwareng, Lemahabang, Losari, Pabedilan, Pabuaran, Pangenan, Pasaleman, Sedong, Susukan Lebak, dan Waled. Penetapan ini diharapkan dapat membawa kemajuan dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat di kawasan tersebut.
Terlepas dari pemilihan lokasi ibu kota, terdapat dua kandidat yang kuat untuk pusat pemerintahan. Bupati Cirebon serta DPRD Kabupaten Cirebon memilih Kecamatan Karangwareng, sedangkan DPRD Jabar dan tim riset dari Unpad merekomendasikan Kecamatan Karangsembung sebagai pilihan mereka.
Penjelasan tentang Lokasi Ibu Kota dan Penentuan Nama Daerah
Kecamatan Karangwareng memiliki jalur Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang diperkirakan dapat menjadi kendala dalam pembangunan di masa depan. Kondisi ini perlu menjadi pertimbangan serius dalam memilih lokasi ibu kota yang tepat untuk daerah baru ini.
Sebagai tambahan, terdapat wacana mengenai nama daerah yang diusulkan. Setelah resmi menjadi daerah persiapan otonomi baru, nama Cirebon Timur mungkin akan diganti menjadi Caruban Nagari untuk more memperkuat identitas lokal dan budaya masyarakat.
Hasil penilaian terhadap Cirebon Timur mencakup enam indikator, mulai dari kondisi geografis, tata ruang, ketersediaan lahan, hingga aspek sosial dan politik. Hasil kajian menunjukkan bahwa daerah ini layak untuk menjadi daerah persiapan otonomi baru, sebuah peluang yang sangat diharapkan oleh masyarakat setempat.
Skor dan Potensi CDPOB Cirebon Timur dalam Sebaran Nasional
Dalam skala nasional, skor CDPOB Cirebon Timur menduduki peringkat 6 dari 9 daerah otonomi baru yang telah diusulkan. Dengan nilai 351, meskipun masih ada potensi untuk peningkatan, pemerintah akan memanfaatkan data proksi sebagai acuan awal evaluasi.
Pemeringkatan ini tidak hanya menjadi tolok ukur untuk Cirebon Timur, tetapi juga berdampak pada harapan masyarakat terhadap pemerintahan yang lebih responsif. Dengan adanya pengusulan ini, masyarakat mulai optimis bahwa perubahan positif akan segera hadir.
Optimisme tersebut tidak lepas dari perhatian yang diberikan oleh pemerintah akan kebutuhan wilayah ini. Dukungan anggaran dan kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur serta layanan publik di daerah tersebut.
Pemekaran Daerah dan Rencana Pengembangan Wilayah di Masa Depan
Pemekaran Cirebon Timur ini sendiri bukanlah hal baru, telah menjadi wacana yang muncul sejak zaman reformasi. Menurut Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, aspirasi pemekaran ini sudah ada sejak lama dan kini mulai mendapatkan dukungan yang lebih nyata dari berbagai pihak.
Atas dasar tersebut, Ono menegaskan perlunya komitmen anggaran dari pemerintah untuk memastikan pemekaran ini menghasilkan manfaat bagi rakyat. Peningkatan pelayanan publik dan pemerataan pembangunan diharapkan dapat menjadi hasil akhir dari perubahan ini.
Menunggu keputusan tentang moratorium juga menjadi bagian dari langkah strategis. Sekda Jabar, Herman Suryatman, menekankan pentingnya melakukan evaluasi dan pengumpulan data demografis, sosial, serta ekonomi di daerah ini untuk menyiapkan segala sesuatunya agar siap ketika moratorium dibuka.
Secara keseluruhan, rencana pembangunan infrastruktur dasar di wilayah Cirebon Timur harus diprioritaskan. Ini termasuk pembangunan jalan, akses pendidikan, kesehatan, dan lainnya agar pemerintah benar-benar lebih dekat dengan rakyatnya dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Diharapkan, semua upaya ini dapat membawa hasil yang positif dan menjadikan Cirebon Timur sebagai contoh daerah otonomi baru yang sukses. Diskusi dan kerjasama lebih lanjut antara pihak-pihak terkait menjadi kunci untuk mewujudkan cita-cita ini.
